Selasa, 29 Januari 2013

Ijin Industri dan Usaha Obat Tradisional (Permenkes No 6 Tahun 2012)

Obat tradisional adalah bahan atau racikan bahan yang berupa bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran bahan yang telah turun temurun digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan sesuai dengan norma di masyarakat.

Industri Obat Tradisional (IOT) adalah industri yang dapat membuat semua bentuk sediaan obat tradisional.
Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA) adalah industri yang khusus membuat sediaan dalam bentuk ekstrak sebagai produk akhir.
Usaha KeciL Obat Tradisional (UKOT) adalah usaha yang dapat membuat semua bentuk obat tradisional kecuali tablet dan effervescent
Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) adalah usaha yang hanya dapat membuat OT dalam bentuk param, tapel, pilis, cairan luar dan rajangan
Usaha Jamu Racika adalah usaha yang dilakukan oleh depot jamu yang dimiliki perorangan dengan melakukan pencampuran sediaan jadi/segar OT untuk dijajakan langsung kepada konsumen.
Usaha Jamu Gendong adalah usaha yang dilakukan perorangan dengan menggunakan bahan obat tradisional dalam bentuk cairan yang dibuat segar dengan tujuan dijajakan langsung kepada konsumen.

Setiap industri/usaha di bidang OT wajib memiliki ijin Mentri kecuali usaha jamu racikan dan gendong. Mentri mendelegasikan kewenangan pemberian ijin untuk :
a. IOT dan IEBA kepada Dirjen Kementrian Kesehatan
b. UKOT kepada Dinas Kesehatan Provinsi
c. UMOT kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Persyaratan ijin IOT DAN IEBA :

  1. surat permohonan; 
  2. persetujuan prinsip dari Dirjen; 
  3. daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan; 
  4. daftar jumlah tenaga kerja beserta tempat penugasannya; 
  5. diagram/alur proses produksi masing-masing bentuk sediaan obat tradisional dan ekstrak yang akan dibuat; 
  6. fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup/Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup; 
  7. rekomendasi pemenuhan CPOTB dari Kepala Badan dengan melampirkan Berita Acara Pemeriksaan dari Kepala Balai setempat; dan 
  8. rekomendasi dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.


Alur perijinan IOT dan IEBA :

  1. Permohonan ijin diajukan ke Dirjen dengan tembusan Dinas Kesehatan Provinsi
  2. Kepala badan POM melakukan audit
  3. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi kelengkapan persyaratan dan administrasi
  4. Kepala DKP mengeluarkan rekomendasi pemenuhan persyaratan administrasi ke Dirjen
  5. Kepala badan POM mengeluarkan rekomendasi pemenuhan CPOTB ke Dirjen
  6. Dirjen menerbitkan ijin IOT/IEBA

Minggu, 27 Januari 2013

Soal Sidang Profesi Apoteker-Komunitas

1.      Pengarsipan resep
à Dikelompokan tiap shift, kemudian setelah lengkap 1 hari, dibendel berdasarkan nama dokter, diurutkan berdasarkan nomor. Untuk nama dokter yang sama à resep dibendel dalam waktu 1 bulan, kemudian diurutkan tanggal dan nomor resep. Hal ini dilakukan untuk mempermudah penelusuran resep.

2.      Pengarsipan faktur
à faktur yang datang dikelompokkan ke map faktur datang yang belum lunas.
à faktur dikelompokkan menurut nama PBF, diurutkan tanggal fakturnya kemudian dimasukkan datanya ke dalam komputer dengan data : nama PBF, nama barang, harga, tanggal faktur, dan tanggal jatuh tempo. Bila faktur sudah lunas maka ditulis tanda lunas, kemudian dimasukkan ke dalam kelompok faktur lunas dan dimasukkan ke dalam komputer.

3.      Pengarsipan  nota
Nota dikelompokkan berdasarkan shift, dimasukkan ke dalam komputer dengan data: nama barang, harga. Nota dibendel tiap shift, diurutkan tanggalnya dan dikelompok untuk 1 bulan.

4.      Apabila dalam apotek ada barang yang ED atau rusak atau salah kirim bisa dikembalikan (direktur) ke PBF, tetapi sebelumnya sudah ada perjanjian retur barang yang sudah disepakati pada waktu pembelian. Retur biasanya ditukar barang juga.

5.      Pada waktu retur barang yang harus diperhatikan adalah: adanya perjanjian retur dengan PBF, keadaan barang yang akan diretur, jumlah barang, apakah akan diretur, waktu untuk retur barang (3 bulan/ 6 bulan sebelum ED).

6.      Bila barang yang ingin diretur masih dalam keadaan baik, ada jumlah minimal retur (1 strip, 1 botol) dan ada perjanjian retur sebelumnya maka bisa saja apotek menerima lagi barang tersebut, tetapi retur hanya dikembalikan sebagian, dipotong 20 % dari harga jual sebelumnya.

7.     Aturan mengganti obat di apotek :
·         obat paten bisa diganti obat generik atas persetujuan antara apoteker dan pasien/dokter, asalkan mempunyai kandungan zat aktif dan khasiat yang sama.
·         Obat generik bisa diganti obat paten bila obat tersebut tidak ada/jarang ditemui dipasaran, atas persetujuan apoteker, pasien, dan dokter.
·         Obat paten bisa diganti obat paten lain atas persetujuan antara apoteker dan pasien/dokter asalkan mempunyai kelas terapi .

8.  Resep obat yang mengandung narkotika tidak boleh di iter atau diulang. Jadi bila ditemukan resep ini maka harus di jelaskan ke pasien bahwa obat tidak bisa ditebus dan mereka disuruh kembali, periksa ke dokter untuk diagnosa lebih lanjut, apakah akan diberi obat lagi atau tidak. Jadi hal ini untuk mencegah penyalahgunaan narkotika.

9.  Kasus
  Pasien minta obat KB oral, untuk pertama kali harus dengan resep dokter dan berikutnya dapat diulang tiap bulan. Berikan informasi bahwa penggunaan obat jangan sampai lupa tiap hari, bila lupa maka minum obat hari itu saja, yang lupa dibiarkan.
  Pasien menebus separo obat: berikan obat yang essensial untuk penyakitnya, bila ada vitamin atau obat penunjang bisa diulangi atau dibuat kopi resepnya.
  Pasien ingin cepat dilayani: maka diberikan pengertian bahwa bila ada obat racikan yang memerlukan waktu agak lama pasien diminta menunggu dengan sabar diruang tunggu dan dijelaskan bahwa peracikan (sedian puyer atau kapsul) perlu waktu dan akan diusahakan secepat mungkin
  Pasien tidak dapat membaca resep dokter maka dijelaskan bahwa dokter memberi obat apa saja, dan dijelaskan khasiatnya. Tetapi untuk hal–hal yang mungkin menyebabkan pasien down seperti obat kanker maka tidak perlu penjelasan ke pasien cukup dijelaskan. Tulisan dokter yang tidak jelas adalah untuk menjaga kerahasian obat antara dokter dan apoteker.
  Apabila obat yang diminta tidak ada diapotek, maka dijelaskan kepada pasien agar obat tersebut diganti dengan obat lain yang khasiat atau zat aktifnya sama atau kita nempil diapotek lain dengan memberikan informasi di apotek mana obat tersebut dapat diperoleh.
  Bila kita terjadi kesalahan dalam pemberian obat kita harus menggantinya dengan obat yang benar, disertai penjelasan bahwa kita keliru menyerahkan obat, serta minta maaf kepada pasien.
  Beri informasi panggunaan suppo : diletakan/dimasukkan ke dalam dubur, jelaskan waktu penggunaan, frekuensi penggunaan dan hal–hal yang perlu diperhatikan ketika menggunakan suppo. Jika vag tab. Dimasukan kedalam vagina/lubang lahir.
  Obat TBC harus diminum sesuai aturan dokter biasanya satu kali sehari tidak boleh lupa (kepatuhan pasien) dan diberi penjelasan bahwa pengobatan TBC memerlukan jangka waktu lama 3 – 6 bulan sehingga bila obat habis dan ada iter, maka harus segera ditebus agar pengobatan continue.
  Obat mengandung sulfa mempunyai efek samping yang merugikan ginjal (kegagalan ginjal) shg perlu diinformasikan agar pasien banyak minum untuk mempermudah ekskresi obat, hal ini perlu untuk mencegah efek samping agar tidak berat.
  Pasien bisa konsultasi lewat telepon baik tentang penyakit atau obat yang diminumnya. Konsultasi dilakukan dengan bahasa yang baik dan diberikan informasi secara lengkap dan jelas.
  Bila pasien merupakan langganan (pasien penyakit kronis) meminta kita kerumahnya hal ini bisa dilakukan asalkan tidak mengganggu jam kerja apoteker. Cara ini merupakan cara yang baik untuk silahturahmi dengan pasien agar kita mendapat pelanggan, tetapi harus dipertimbangkan biaya, alokasi, jumlah obat yang dihantar sehingga apotek tidak rugi.
  Bila pasien komplain maka kita perlu menanyakan, pelayanan apa yang kurang baik dan perlu dicatat/didokumentasikan komplain tersebut kemudian ditindaklanjuti atau diselesaikan.
  Bila pasien hanya menderita penyakit ringan maka bisa dipilihkan obatnya (swamedikasi) tetapi bila kita tidak yakin maka pasien diminta pergi ke dokter agar diketahui dengan jelas penyakitnya.
  Bila obat dikembalikan maka ditanya dulu apa alasannya. Bila ada kerusakan atau kekeliruan obat maka obat segera kita ganti, tetapi bila pasien mengeluh obat itu tidak manjur maka kita yakinkan untuk periksa ke dokter lagi.

10. Pemberian informasi
  Lewat tulisan berupa leaflet atau brosur ttg penyakit dan pengobatannya
  Lwt konsul obt scr lgs dg pasien (scr lgs tatap muka, lwt telp,hp & alat komunikasi laen)

11. Kriteria karyawan utk pelayanan
  Mempunyai penampilan baik atau menarik
  Ramah sopan &  tdk pemarah
  Menguasai barang apa saja yg di apotek & hafal letak obat-obat
  Mampu m’berikan info yg di butuhkan pasien

12. Pengaturan obat
  Obat-obat di kelompokkan menurut btk sediaan : cair, padat, semi pdat kmdn di pisahkan utk tiap kls terapi/farmakoterapi & diurutkan mnrt alfabetisnya
  Untuk obat bebas diletakkan di etalase yg bisa dilihat pasien serta diatur menurut khasiatnya à kel obt flu, btk, skt perut, sed. sirup, dll
13. Servis unggulan apotek anda utk bersaing dgn apotek pesaing
  Pelayanan obt bebas & obt dgn resep  yg cepat disertai denagn pemberian KIE pd pasien
  Pelayanan obt dg scr b’langganan: obt diantar ke rmh, ada diskon khusus, & p’berian bonus/hadiah
  Obt lengkap & ada komoditi aptk yg lbh lengkap
  Harga obt yg lbh murah
  Fasilitas aptk yg m’berikan kepuasan pasien
  Apoteker sll b’ada di aptk & siap melaksanakan tugasnya

14. Pelayanan obt dg fax bs sj dilayani asalkan kt yakin bahwa pasien memang m’dptkan resep tsb, misalnya dg menelpon dokter yg menuliskan resep tsb. Setelah obt dikirim ke rmh pasien mk resep asli harus diambil untuk pengecekan.

15. Hal tsb merupakan salah satu usaha pengembangan aptk sehingga aptk bs survive & m’dpt keuntungan. Praktek dokter & aptk dlm 1 gedung bs saja dilakukan & blh dilakukan krn dr resep dokter bs menambah omset aptk, asalkan sdh ada perjanjian antara dokter dan apoteker, ttg pembagian keuntungan. Selain itu dg cr ini apt bs m’peroleh keuntungan lbh untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan.

16. Boleh saja kt m’jual obt yg hampir ED asal dlm jangka wkt sblm obat tsbt ED hal ini jg perlu p’berian info pd dokter/pasien agar tdk m’gunakan obat stlh tgl ED. Untuk obat yg sdh ED sebaiknya tdk di jual krn mungkin akan b’pengaruh buruk pd pasien, lbh baik obt dimusnahkan atau dikembalikan ke PBF.

17. Etika bekerja di aptk sesuai dg kode etik profesi aptk dimana apoteker hrs b’tanggung jwb sbg pimpinan aptk shg mampu mengelola aptk, karyawan & pasien dg baik. Bila tjd pelanggaran mk apoteker bs dituntut.

18. Peranan nyata apoteker dlm meningkatkan derajat kesehatan masy:
Adalah apoteker b’kewajiban utk mengelola aptk dg baik shg t’capai 7an aptk utk:
  Menyediakan obat scr lengkap & merata utk masy
  M’berikan info obt utk masy
Hal ini akan menunjang derajat kesahatan masy yg optimal

19.  Cth pelanggaran etika di aptk ;
  Penyalahgunaan narko & psiko spt p’jualan, pemberian obt narko kpd penyalahgunaan narko, pemberian narko tanpa resep dokter & tdk m’berikan lap narko yg benar
  P’belian obt bkn dr distributor yg resmi ttp dr psr gelap
  Rekayasa dlm lap keuangan utk m’hindari p’bayaran pajak

20. Obt keras di luar OWA sebaiknya tdk diserahkan tanpa resep dokter krn diagnosa peny yg tepat adalah diagnosa dokter. Untuk obt-obt yg keras spt obt kanker hrs dg resep dokter ttp pd kenyataannya hal ini sering tjd. Dlm hal ini saya b’pendapat bisa saja obt keras diberikan kpd pasien tanpa resep dokter asalkan peny. pasien jelas, pasien pernah m’dpt obt tsb. Jd penyerahan obt hrs dg tanggungjwb bahwa obt tsbt tdk merugikan pasien.

21. Cara mengetahui kekuatan pasar dan pesaing :
dengan melakukan observasi terlebih dahulu mengenai lingkungan sekitar lokasi apotek. Observasi dilakukan terhadap masyarakat sekitar apotek untuk mengetahui pasar (berhubungan dengan marketing). Perlu dilakukan juga analisa pesaing (apotek, rumah sakit dan toko obat disekitarnya), kekuatan pesaing dilihat dari besar kecilnya apotek/omzet, resep yang masuk dan fasilitas yang dimiliki oleh pesaing. Hal ini perlu dilakukan agar apotek tetap survive.


22. Besarnya modal tergantung pada :
a.       besar kecilnya apotek yang akan didirikan (luas bangunan, peralatan, perlengkapan apotek, obat dan perbekalan farmasi yang akan dibeli, jumlah karyawan yang akan direkrut, sistem manajmen yang digunakan.
b.      Manajemen administrasi dan keuangan yang akan digunakan (dengan sistem komputerisasi atau manual)
c.       Analisa keuangan (BEP, keuntungan/probit, ROI, dan lain-lain.
d.      Asal modal à pinjaman atau modal sendiri

23. Sumber modal :
a.       pinjaman dari bank atau badan keungan lainnya
b.      kekayaan / dana pribadi atau hasil patungan beberapa orang
c.       deposito
d.      saham beberapa orang (CV)

24. Yang perlu diperhatikan dalam peminjaman modal :
a.       perjanjian tertulis tentang ketentuan dalam peminjaman, meliputi : waktu pelunasan, besarnya bunga, besarnya pinjaman dan ketentuan apabila pembayaran tertunda.
b.      Perjanjian sebaiknya ditandatangani di depan notaris agar mempunyai kekuatan hukum.
c.       Hubungan antara peminjam modal dengan pemilik modal harus jelas, kalau ada permasalahan bagaimana penyelesaiannya.

25. Perlukah Studi kelayakan ?
Studi kelayakan apotek perlu dilakukan di daerah tertentu, misalnya DIY. Hal ini bertujuan untuk menentukan apakah apotek yang akan didirikan tersebut layak berdiri atau tidak. Dari studi kelayaka ini dapat diprediksi apakah apotek dapat bertahan atau tidak. Aspek-aspek yang termasuk dalam studi kelayakan adalah; lokasi, modal, pertimbangan pendirian, tujuan pendirian apotek, analisa keuangan termasuk analisa BEP, ROI, dll.
26.  Jumlah karyawan tergantung pada: besar kecilnya usaha apotek yang akan didirikan, dengan mempertimbangkan modal (dana untuk gaji karyawan) dikaitkan dengan standar minimal gaji di daerah tersebut, jam buka apotek (jam kerja) berkaitan dengan shift yang diberlakukan.

27.  Pembelian obat awal :
a.       Melakukan survey di apotek sekitar lokasi mengenai obat-obat yang sering laku.
b.      Mencari data tentang obat yang sering laku berdasarkan pola penyakit, keadaan ekonomi penduduk, tayangan iklan dan TV, dokter yang praktek bersama dengan apotek kita.
Cara pembelian awal :
a.   Nempil dari apotek lain
      Keuntungan: hanya melakukan pembelian obat tertentu yang memang diperlukan guna menghindari kemungkinan rugi bila obat terlalu banyak stoknya akibat kerusakan atau ED.
      Kerugian: keuntungan yang diperoleh lebih kecil karena tidak langsung membeli pada PBF, jumlah obat terbatas.
b. Membeli dalam jumlah besar dari PBF dengan surat rekomendasi pembelian obat ke PBF.
      Keuntungan: untung yang diperoleh akan lebih banyak dan jumlah barang lebih banyak.
      Kerugian: bila barang tidak terlalu laku dapat menyebabkan kerudakan barang/ED ataupun meningkatnya biaya penyimpanan sehingga akan menyebabkan kerugian.

28.  Cara mengantisipasi over stock:
a.       barang/obat yang tidak laku di apotek dapat dititipkan ke apotek lain (apotek jaringan)
b.      penawaran kepada dokter agar meresepkan obat tersebut
c.       penawaran obat kepada pasien bila meminta dipilihkan obat
d.      perencanaan pengadaan barang yang baik, terutama untuk barang-barang fast moving atau slow moving.

29.  Bahan pertimbangan dalam melakukan order:
a.       anggaran dana untuk pembelian
b.      buku defecta
c.       pola peresapan obat dari dokter
d.      kriteria PBF yang dipilih
e.       berdasarkan trend pasar, iklan, pola penyakit.

30.  Yang harus diperhatikan dalam pembelian (berhubungan dengan PBF):
a.       nama obat dan kekuatan obat serta jumlah yang dipesan (dalam satuan terkecil yang ditentukan oleh PBF, seperti 1 botol, 1 tube, 1 box, dll)
b.      persyaratan pembayaran / inkaso, persyaratan retur barang apabila barang mendekati ED, rusak atau tidak sesuai pesanan.

31.  Penerapan metode EOQ / Metode konsumsi di apotek:
sulit dilakukan karena pola peresepan obat di apotek tidak menentu sehingga tidak dapat dipastikan berapa penggunaan obat tiap periode tertentu.

32. Jenis ditributor:
a.       sole distributor / PBF utama:
                          i.      berhubungan langsung dengan industrinya, hanya menjual produk dari suatu industri, contohnya : PT. AAM, PT. RNI.
                        ii.      retur barang lebih mudah
                      iii.      kualitas produk lebih baik tetapi jenisnya terbatas
b.      sub distributor
                          i.      PBF yang tidak langsung berhubungan dengan suatu industri tetapi berhubungan dengan sole distributor
                        ii.      retur barang lebih sulit
                      iii.      jenis barang relatif banyak karena berasal dari beberapa industri.
33. Sumber-sumber pemasukan apotek:
penjualan, kredit nota, potongan harga, piutang dagang, dan bunga bank.

34.  Jika pendapatan apotek belum mencukupi inkaso:
--  sebelumnya perlu diperhatikan manajemen waktu pembayaran inkaso agar pada waktu tersebut telah tersedia pendapatan untuk pembayaran inkaso.
-- apabila ternyata tidak cukup juga, maka dapat digunakan uang dari cadangan modal.
--  apabila tetap tidak ada..... hehehe nombok dong pakai uang sendiri.

35.  Supaya BEP tidak terlalu lama tercapai:
maka kita harus meningkatkan laba usaha sehingga dapat menutupi biaya operasional. Hal ini bisa dilakukan dengan meningkatkan omzet melalui peningkatan penjualan sehingga laba meningkat. Usahanya bisa melalui (catatan pengembangan apotek keluar dan kedalam).

36.  Jika BEP tidak terjadi dalam 3 bulan pertama maka:
a.       mengurangi pembelian obat yang slow moving atau kurang laku
b.      mengurangi biaya operasional yang tidak perlu misalnya penghematan biaya listrik, telpon dll.
c.       meningkatkan pemasukan melalui penjualan obat dan komoditi lain yang laku sehingga laba meningkat.

37.  Penambahan jumlah karyawan tergantung pada:
a.       laba yang diperoleh; apakah cukup untuk menutupi biaya operasional gaji karywan baru (kemampuan menggaji karyawan baru)
b.      jumlah karyawan yang sudah ada; apakah sudah mampu melakukan semua kegiatan apotek dengan efektif dan efesien
c.       jam kerja yang berlakuk di apotek
d.      adanya perluasan usaha apotek

38.  Kenaikan gaji karyawan:
a.       minimal kerja dari karyawan  lebih dari 2 tahun dapat diberikan kenaikan gaji (terserah apotekernya)
b.      kenaikan gaji karyawan diusahakn bersama dengan kenaikan UMR atau kenaikan harga.
c.       bila karyawan mempunyai kinerja yang baik, maka dapat diberikan bonus atau insentif.

39.  Hal yang perlu diperhatikan sebelum bekerja sama dengan PSA:
a.       perjanjian antara apoteker dan PSA yang jelas dan ditandatangani di depan notaris
b.      perjanjian dibuat selengkap dan sejelas mungkin meliputi: jangka waktu perjanjian, sistem manajemen, keuangan (gaji), SDM, jam kerja, serta hak, wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing pihak.

40. Bagaimana penggolongan obat di apotek? Contohnya?
a.       obat narkotika dan psikotropika, contohnya; narkotika (kodein, pulv.doveri, codipront); psikotropika (diazepam, luminal, klordiazepoksid, dll)
b.            obat keras, contohnya: glibenklamid, furosemid, INH, ISDN,dll.
c.             Obat bebas terbatas, contohnya: CTM, dll
d.            Obat bebas, contohnya: parasetamol, dll

41. Tanda peringatan pada kemasan obat keras dan obat bebas terbatas?
Tanda peringatan obat keras: tidak boleh diulang tanpa resep dokter.
Tanda peringatan untuk obat bebas terbatas sesuai dengan SK Menkes RI Nomor 6355/DIRJEN/SK/69 tanggal 28 Oktober 1969 sebagai berikut:
P-1 : Awas obat keras, bacalah aturan memakainya
P-2 : Awas obat keras, hanya untuk kumur, jangan ditelan
P-3 : Awas obat keras, hanya untuk bagian luar dan badan
P-4 : Awas obat keras, hanya untuk dibakar
P-5 : Awas obat keras, tidak boleh ditelan
P-6 : Awas obat keras, obat wasir, jangan ditelan

42. Tujuan penyimpanan obat narkotika dengan sistem 2 pintu?
Menjaga keamanan untuk menghindari terjadinya pencurian.

43. Obat yang disimpan di kulkas dan berdasarkan apa penyimpanannya?
Contoh obat :
-- Injeksi tertentu. Contoh :...............................
-- Suppo. Contoh : anusol suppo, dulcolax suppo, stesolid.
-- Obat-obat lain yang harus disimpan pada kulkas.
Alasan :
-- karena obat mudah terhidrolisis pada suhu yang lebih tinggi,
-- obat tersebut efektif pada suhu dingin (vaksin),
-- kestabilan obat
-- untuk mempertahankan bentuk.

44. Siapa yang berhak/dapat melakukan distribusi obat ke apotek ? peraturan perundang-undangannya?
Obat dapat didistribusikan melalui :
a.       Pabrik obat
b.      Pedagang Besar Farmasi
c.       Apotek
d.      Rumah Sakit
e.       Toko Obat Berijin
f.       Importir (untuk obat2 dengan pemesanan khusus misalnya obat kanker)
Undang-undangnya ....................gak tau




45. Apakah di apotek boleh menjual mie instan/telur? kenapa? bagaimana kalau menjual bensin ? dasarnya ?
Boleh, karena pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No 922/MENKES/PER/X/1993 Bab IV pasal 6 ayat 3  menyebutkan bahwa apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.

46.Sanksi jika tidak menjalankan masa bakti ?
Secara legal sebetulnya sanksi tertulis apoteker melaksanakan masa bakti itu tidak ada hanya konsekuensinya apabila tidak melaksanakan masa bakti maka apoteker tersebut tidak terdata dalam DinKes setempat.

47.Anda seorang APA di apotek di Madiun yg sedang menjalankan masa bakti selama 1 thn, anda ingin pindah ke Makasar, apa yg hrs anda lakukan agar anda dpt melanjutkan masa bakti anda yg telah berjalan 1 thn tanpa hrs memulai dari awal lagi ?
Menghubungi DinKes setempat untuk meminta surat keterangan mutasi atau pindah ke tempat lain dalam hal meneruskan masa baktinya.

48. Berapa lama & dimana saja apoteker dpt menjalankan masa baktinya? Peraturan perundang-undangan ?
Masa bakti adalah suatu masa tertentu dimana kita mengabdikan diri sesuai dengan profesi kita (tenaga kita dibutuhkan oleh pemerintah).
Masa bakti dilakukan selama 3 tahun (2 tahun untuk Papua). Masa bakti dapat dilakukan dimana saja kecuali Jakarta.
Peraturan perundang-undangnya à Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1990

49. Pelanggaran-2 apa saja yg menyebabkan apotek ditutup ?
Terdapat pada Kepmenkes RI No 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik, pada pasal 25 dan 26.
Pasal 25
(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut surat izin apotik apabila :
a.   Apoteker sudah tidak lagi memenuhi ketentuan yang dimaksud pasal 5 dan atau;
b.   Apoteker tidak memenuhi kewajiban dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 15 ayat (2) dan atau;
c.   Apoteker Pengelola Apotik terkena ketentuan dimaksud dalam pasal 19 ayat (5) dan atau;
d.   Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan atau;
e.   Surat Izin Kerja Apoteker Pengelola Apotik dicabut dan atau;
f. Pemilik sarana Apotik terbukti terlibat dalam pelanggaran Perundangundangan di bidang obat, dan atau;
g.   Apotik tidak lagi memenuhi persyaratan dimaksud dalam pasal 6 .
(2) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan sebagaimana dimaksud ayat (1) berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat.
Pasal 26
(1) Pelaksanaan Pencabutan Izin Apotik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf (g) dilakukan setelah dikeluarkan :
a.  Peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotik sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-12.
b.  Pembekuan Izin Apotik untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan Apotik dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-13.
(2) Pembekuan Izin Apotik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf (b), dapat dicairkan kembali apabila Apotik telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan ini dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-14.;
(3) Pencairan Izin Apotik dimaksud dalam ayat (2) dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota  setempat.

50.  Pemberian informasi obat oleh apoteker adalah wajib dilakukan, diatur dlm perundang-2an no berapa?
Terdapat pada Kepmenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

51.  Apakah pegawai apotek (bukan AA atau apoteker) dpt mengantarkan obat kerumah pasien? dasar peraturannya?
Tidak boleh. Seperti tercantum dalam Kepmenkes RI Nomor  1027/Menkes/SK/IX/2004 menjelaskan bahwa pelayanan residensial (Home care) adalah pelayanan apoteker sebagai care giver dalam pelayanan kefarmasian di rumah-rumah khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan terapi kronis lainnya.

Sabtu, 26 Januari 2013

Berani Memilih PBF sebagai Tempat Pengabdian Profesi Anda?

Apoteker selalu identik dengan apotek. Orang awam juga pasti bilang, lulusan farmasi akan bekerja di apotek. Tapi apakah kamu berpikiran seperti itu juga wahai mahasiswa farmasi?
Tentu sebagian ada yang bilang tidak, karena kita memang bisa mengabdikan keilmuan kita di industri, rumah sakit, puskesmas dan klinik. Namun adakah yang bercita cita mengabdikan profesi kita di PBF?

PBF atau pedagang besar farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal Kementrian Kesehatan. Izin PBF berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi;
  2. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
  3. memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai penanggung jawab
  4. komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;
  5. menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF
  6. menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan
  7. memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai CDOB.
 PBF yang akan menyalurkan bahan obat juga harus memenuhi persyaratan:
  1. memiliki laboratorium yang mempunyai kemampuan untuk pengujian bahan obat
  2. memiliki gudang khusus tempat penyimpanan bahan obat yang terpisah dari ruangan lain.
 Tata Cara Pemberian Ijin PBF :
  1. Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM. Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ketua dan apoteker calon penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administratif sebagai berikut: 
    1. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua
    2. susunan direksi/pengurus
    3. pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi
    4. akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
    5. surat Tanda Daftar Perusahaan
    6. fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan
    7. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak
    8. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang
    9. peta lokasi dan denah bangunan
    10. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab
    11. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab
  2. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi kelengkapan administratif
  3. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan , Kepala Balai POM melakukan audit pemenuhan persyaratan CDOB. 
  4. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan kelengkapan administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Balai POM dan pemohon.
  5. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi persyaratan CDOB, Kepala Balai POM mengeluarkan rekomendasi hasil analisis pemenuhan persyaratan CDOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan pemohon
  6. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima rekomendasi , Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF 
PBF dan PBF Cabang harus melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat sesuai dengan CDOB. Setiap PBF atau PBF Cabang wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan obat secara eceran dan menerima dan/atau melayani resep dokter. 

PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF atau PBF Cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian meliputi:
  1. apotek
  2. instalasi farmasi rumah sakit
  3. puskesmas
  4. klinik
  5. toko obat
PBF dan PBF Cabang tidak dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat.
PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung jawab.
PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan bahan obat kepada industri farmasi, PBF dan PBF Cabang lain, apotek, instalasi farmasi rumah sakit dan lembaga ilmu pengetahuan.

Setiap PBF dan PBF Cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap PBF atau PBF Cabang yang melakukan pengubahan kemasan bahan obat dari kemasan atau pengemasan kembali bahan obat dari kemasan aslinya wajib melakukan pengujian laboratorium. Selain menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat, PBF mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.

Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM.
Setiap PBF dan PBF Cabang yang menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.




Daftar Pustaka :
  1. PERMENKES RI  Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi
  2. http://sriwahyuni016.blogspot.com/2012/07/laporan-pkl_19.html